#Satu...
Ada
hal yang masih aku ingat dari hujan, ketika kamu berkata “aku suka sama hujan,
karna hujan menahanku lebih lama disini untukmu”. Saat itu aku selalu menunggu
hadirnya hujan, tak butuh suatu pelangi karna aku tak butuh pelangi baru jika pelangiku
saja sudah cukup indah.
Sore
itu keadaan berubah, ketika ia berusaha membuka topeng nya, merubah keadaan manis
yang seketika menjadi pahit. Tak ada yang berubah dari kisah ini, hanya saja ia
tak tahan lagi mengenakan topeng yang biasa ia pakai.
“sampai
disinikah?’ tanya ku.
“seharusnya
cerita ini tak ada sambungannya, mungkin sudah harus diakhiri setiap lembaran
nya” jawab rey kepadaku.
“jika
ada cerita baru yang lebih menarik, silahkan pergi aku tak akan menahanmu lebih
lama disini, karna tak ada hujan di sore ini”
Rey
melangkahkan kakinya, menuruni anak-anak tangga yang ada di sebelah kamar kosan
ku menuju pintu gerbang keluar. Satu persatu air mata ku menetes, entah karna
sakit yang dirasa ataupun karna kepergian yang tanpa ada penjelasan yang masuk
akal. Sejak itu hari ku tak seindah kemarin, tawaku tak selepas di 10 menit
awal sebelum iya mengakhiri cerita ini.
Seminggu
awal aku tak baik, namun iya tampak sangat baik-baik saja, bahkan teramat baik
dengan spesies lain yang berada di pelukannya. Wanita itu terlihat anggun,
memakai baju berwarna kuning dengan wedges hitam yang iya kenakan. Iya
melewatkanku ...
Hari
terus berganti, namun masih kamu yang merusak segala aktivitas-aktivitas
terbaikku. Cukup bodoh jika terus mengingatnya, tapi segala bentuk masukkan
teman-temanku tak ada gunanya jika logika ku tertutup sangat kuat dengan
perasaan yang masih mengarah kepadanya.
Semester
genap telah usai, tak pantas jika fikiran ini merusak segala nya, bahkan nilai
yang sangat buruk adalah penyebab dari faktor kehilangan semangat darinya,
hahaha mungkin aku cukup bodoh, tapi ini kenyataan yang aku rasakan sejak
kepergian nya, senangkah kau melihatku seperti ini?
Berbulan
aku tak mendengar namamu, seperti di telan bumi aku tak menghawatirkan
keadaanmu, bahagiakah kamu, sedihkah kamu, atau sudah makan atau belumkah kamu,
itu bukan urusanku lagi. empat bulan tanpa nama nya, namun di bulan kelima ada
saja yang membawa namamu kembali di telingaku, seperti pesan yang tak penting
bagiku namun aku ingin mendengar kabar itu sampai habis.
“din,
denger-denger mantanmu si rey ganti pasangan lagi?” sahut kiara, teman kampus
ku namun juga teman SMA dari rey
“hm..
aku gak tau lagi tentang dia ra”
“eh
sory din, bukan maksud apa-apa loh, Cuma kemaren kita kan reunian SMA tu, dia
bawa cewe lain lagi, dan itu bukan cewe yang hari itu kita liat di tempat makan
biasa”
“mungkin
cerita dia juga udah usai dengan wanita yang kita lihat kemarin, makanya dia
ingin nulis baru dengan wanita yang kemarin dia bawa di reunian kalian ra” aku
membereskan buku-buku ku dan segera meninggalkan kiara dari perpustakaan.
Aku
melihat twitter, serta akun instagramnya, namun sama sekali tak ada informasi
apapun yang aku dapatkan. Masih saja aku ingin mencari tau tentangnya. Bodoh!!!
Genap
satu tahun, nama itu masih melekat di fikiranku. Dan iya kembali dengan alasan
menanyakan kabarku, melalui pesan sigkatnya.
“gimana
kabarnya din?”
“cukup
baik dari setahun yang lalu”
“selama
setahun, udah berapa cerita baru yang kamu tulis”
“masih
satu cerita, dan itu cerita lalu yang belum sempat aku tamatkan, lantas sudah berapa cerita baru yang kamu tulis setelah kamu tutup lembaran cerita dengan ku?”
“banyak
cerita yang aku tulis, tapi setelah aku baca kembali cerita itu tak semenarik
saat aku menulis tentangmu”
“terus,
apa yang bisa aku bantu dari cerita baru mu?”
“bantu
aku untuk menulis ulang tentang kita, sehingga ceritaku semenarik dulu”
“aku
bisa saja membantumu untuk membuat cerita yang semenarik dulu, tapi dalam
ceritaku kamu sudah tidak menarik untuk aku tulis kembali”
Aku
meletakkan handphoneku, satu menit kemudian handphone ku berbunyi kembali, aku
hanya menatap layar ponselku, dan segera menutup mataku, berharap esok tak lagi
ku lihat dia bergentayangan di hidupku.
***
#Dua
The power of Tasya,Seno...
Pagi
itu seperti tak ada gairah dalam hidupku, tak ada secangkir kopi hangat dan tak
ada suara kicauan indah di pagi ini, aku
terdiam dibalik selimut dalam tatapan yang kosong. Pukul 13:00 keadaan
tetap sama, tak ada yang berubah hanya saja matahari lebih menunjukkan silaunya
yang teramat menyengat.
Terdengar
pintu kamar beberapa kali diketuk, seperti enggan melangkahkan kaki, namun aku
membukanya dengan keadaan yang sangat kusam, terlihat tasya salah satu sahabat
terbaikku berdiri di hadapanku, spontan aku memeluknya tanpa suara, sangat
hening dan teramat nyaman.
“enggak
ada yang perlu di ceritain din, aku udah dengar semuanya dari seno”
“sore
itu kacau ta, dia pergi gitu aja tanpa alasan yang jelas, aku fikir aku bisa
nenangin diri sendiri tapi nyatanya aku terus-terusan kepikiran dia, malamnya
aku ke kontrakanmu tapi keadaan rumah sepi, sampek akhirnya aku nelfon seno”
“sorry
din, aku gak bilang sama kalian kalau aku udah empat hari dirumah sakit,
adiknya mas ardit di rawat dirumah sakit, jadi aku yang nemenin dia disana din.
Maaf juga aku gak ada buat lu”
“nyantai
aja ta, semoga cepat sembuh buat adiknya mas ardit”
Pukul
17:00 seno datang, keadaan semakin membaik. Kita bertiga menghabiskan waktu
bersama-sama hingga larut malam. Aku sangat beruntung memiliki mereka di
hidupku. Entah sampai kapan, tapi aku tak ingin mengakhiri persahabatan ini
dengan mereka.
“kita
udah muter-muter, udah makan, udah nonton juga , dan sekarang kita kemana lagi
ni?” tanya seno ke aku dan tasya
“sampai
pagi ni no?”
“hahaha
kita ladenin deh yang lagi galau, ya gak ta?”
“bebas,
sampai seminggu juga oke-oke aja sih”
“hahaha
anjrit, terus gak nemenin adik ipar di rumah sakit lagi tu? Hahaha” ledekku
kepada tasya
“emang
arya sakit ta?” tanya seno
“iya
nih, udah empat hari aku nungguin disana, di hari kelima cabut deh ada orang
yang lebih ngebutuhin aku no” tasya tersenyum ngeledek menatap kearahku
“hahahaha,
soFuckingSweet taa, iya kali dia malam-malam nelfon aku, nangis-nangis drama
gitu, senooo aku kacau, aku galau, aku hamil, eh”
“anjrit
lu no, parah ih”
“hahaha
udah deh no, jangan di ledek terus sensitif banget ni kalau yang baru-baru
putus” sahut tasya
Malam
itu keadaan berubah, ada sedikit canda dan tawa . Namun tepat pukul 23:56
handphoneku kembali berdering. Rey kembali menghubungiku.
“siapa
din, kok gak diangkat sih” sahut tasya
“rey....”
Seketika
keadaan menjadi tegang, tasya merampas handphone di genggamanku, mematikan
panggilan masuk darinya.
“kayaknya
lu ganti nomor aja deh din” sahut tasya
“iya
din, kalau perlu ganti aja handphone nya sekalian” canda seno
“njir,
lagi gak tepat buat becanda”
Aku
tersenyum melihat tasya dan seno berdebat kecil seperti ini. Aku tak memikirkan
rey yang terus-terusan menghubungiku, hari ini hanya ada ucapan terimakasih
untuk kedua sahabat terbaikku yang telah membuat hari ini lebih berwarna.
“udah
sampai ni ta, turun gih?”
“ih
anjay, sombong banget lu mentang-mentang mobil baru, cicilan juga belum lunas”
“hahahaha,
mampus lu no rasaian tu omelan tasya, eh ta aku nginap sini ya? Lagi gak asik
di kos sendiri” sahut ku kepada tasya
“aaaaa
dengan senang hati myswetypai”
Seno
segera pamit pulang, dan malam ini aku putuskan untuk lebih lama bersama tasya.
Mungkin disini tempat yang paling nyaman buat bisa ngelupain rey selamanya..
***
#Tiga
Happy birthday Seno..
pagi ini tepat tanggal 25 Mei seno
berulang tahun yang kesekian kalinya, sepulang dari kampus aku segera
mengunjungi tempat makan yang sudah disepakati oleh aku dan tasya. Aku segera
menuju lokasi dimana tasya sudah menunggu dari 20 menit sebelumnya. sesampai
disana rencana awal berhasil, 5 menit kemudian tampak seorang gadis memakai
baju berwarna abu-abu menghampiri aku dan tasya. Namanya Naya anak semester 6
yang sering banget di ajak jalan sama seno tapi sampai sekarang cuma bisa jalan
ditempat.
Rencana kedua sudah di susun rapi,
tasya menghubungi valdo salah satu patrner yang ngisi siaran radio bareng seno
malam ini, kita ngerencanain kalo malam ini bakal ada bintang tamu yang bakal
promoin lagunya untuk di siarin ke para pendengar setia 107.3 FM, dan valdo
bisa diajak untuk kerja sama malam ini serta pihak radio yang bersangkutan.
Tepat pukul 17:00 aku, tasya dan
Naya segera menuju toko Bakery yang letaknya lumayan jauh dari posisi tempat
kami makan , sesampainya disana aku dan naya segera turun untuk mengambil
pesanan kue yang sudah dipesan dari beberapa hari sebelumnya. naya langsung
menghampiri pegawai toko, aku duduk di sebuah kursi menghadap ke arah kanan
kaca toko, aku melihat sosok pria
berdiri dengan raut wajah kebingungan, salah satu pegawai toko
menghampirinya dan terlihat ada percakapan serius disana
“yuk kak” sahut Naya. Pandangan ku
segera terlepas dari sosok pria tersebut, perjalanan kami berlanjut menuju
lokasi.
“kita sholat di mesjid simpang lampu
merah aja ya din” tanya tasya
“oh, yang sebelum kampus STMIK ya”
“yuhui”
Kita
berhenti disalah satu mesjid yang lokasinya tidak teralalu jauh dari tempat
kerjanya seno, aku dan tasya segera turun, sedangkan Naya stay di mobil yang
kebetulan lagi kedatangan tamu. Tepat pukul 18:56 aku dan tasya keluar dari
mesjid. Aku melihat sosok pria di toko tadi yang tersenyum ke arah aku dan
tasya.
“Tasya?” sahut pria berkacamata
kulit sawoh matang tersebut.
“hey mas Tama?” mereka berjabat
tangan, berbiraca seakan-akan mereka sudag mengenal lama sebelumnya.
“eh iya mas kenalin ini sahabat
tasya, dini. Din, kenalin ini mas Tama sepupunya mas Ardit dari Yogyakarta”
Malam itu, perkenalan ku dengan mas
Tama dimulai.
Pukul 20:15 aku, tasya dan Naya
sampai di tempat tujuan. Disana terlihat valdo yang sudah lama menunggu, valdo
segera masuk ke ruang studio dan membuka siaran malam ini bersama seno.
Terlihat raut wajah seno yang kebingungan melihat bintang tamu yang dijanjikan
ternyata aku tasya dan naya. Surprise kali ini berhasil untuk kesekian kalinya.
***
#Empat
Mas Tama
Dua minggu dari perkenalan itu, mas
tama menghubungiku melalui chat di whatsup. Perkenalan itu berkelanjutan.
Kehadiran mas tama disini sudah hampir sebulan dikarenakan Arya yang masih di
rawat di rumah sakit dan bisnis usaha yang akan di buat oleh mas tama dan mas
ardit disini. Percakapan aku dan mas tama sudah semakin panjang. Banyak hal
yang kita sharing sampai mas tama juga sedikit membantu penelitian skripsi yang
aku kerjakan.
Hari ini aku dan seno datang kerumah
sakit untuk menjenguk arya yang belum juga sehat dari sakitnya. Disana terlihat
beberapa keluarga mas ardit yang menemani arya, tampak wajah kesedihan yang di
rasakan keluarga mas ardit.
“semoga arya lekas sembuh yan om”
“terimakasih banyak nak dini, kamu
dengan siapa kesini?”
“sama seno om, oh ya tasya belum ada
kesini ya om.”
“tasya lagi keluar tadi sama mas
ardit, menjemput keluarga nya mas tama yang datang dari jogja”
Percakapan aku dan ayah mas arditpun
terhenti setelah kehadiran tasya, mas ardit dan ibunda dari mas tama. Tak lama
kemudian mas tama menyusul dari belakang dengan membawa bingkisan dari jogja
untuk arya yang sedang berbaring sakit.
Untuk pertama kalinya aku langsung
berkenalan dengan bunda mas tama, keadaan semakin canggung saat mas ardit mulai
membicarakan masalah kedekatan ku dengan mas tama kepada keluarga besarnya. Aku
hanya tersipu malu dan tak ada percakapan apa pun yang aku keluarkan dari
mulutku, hanya terdiam duduk manis di samping tasya yang terus-terusan ikut
mengolok-olokan ku.
Pukul empat sore, aku dan seno pamit
untuk pulang, sedangkan tasya tetap tinggal disana untuk menemani mamanya mas
ardit.
“langsung pulang din?” sahut mas
tama
“iya mas, udah sore juga”
“mau diantar pulang gak?”
“gak usah mas, aku sama seno aja”
“eh din, lu sama mas tama aja ya,
soalnya aku udah ada janji ni sama Naya” tiba-tiba seno mulai mengeluarkan
beberapa alasan agar aku di antar pulang oleh mas tama
“nookkk? Gak bisa gitu dong”
“hmm yauda din, gak masalah kok biar
mas aja yang antar kamu pulang”
“titip dini ya mas” seno tertawa
kecil dan segera meninggalkan rumah sakit
Keadaan menjadi canggung, suhu mobil
mas tama seketika menjadi panas, jantung ku seakan-akan berdetak sangat kencang
tak seperti biasanya.
“kok cemas gitu sih din?”
“ha? Enggak kok mas”
Mas tama memulai percakapan ringan
denganku, banyak hal yang kita bicarakan sampai berlanjut untuk sebentar makan
di tempat makan. Percakapan aku dan mas tama semakin panjang hingga aku mulai
terbuka dengan nya. Pengalaman nya yang sangat menarik di tempat ia kuliah
membuatku tak berhenti untuk tertawa.
“hahaha, serius mas minum kopinya
dosen pembimbing mas”
“iya sih, sangking mas udah kelamaan
revisi di ruangan dia, yah mas lupa terus kebablasan minum kopi yang ada di
meja kerjanya”
“hahaha terus? Reaksi dosen
pembimbing mas gimana?”
“ya mas langsung sadar, tanpa ada
percakapan dia nutup proposal mas dan mas langsung gerak keluar dari ruangan
nya”
“hahaha” aku sama sekali tidak bisa berhenti tertawa
mendengar semua cerita-cerita mas tama, hinga tak sadar hari hari sudah larut
malam. Mas tama mengantarku pulang, dan hari ini menjadi hari yang sangat
berbeda dari hari-hari sebelumnya
***
#Lima
Percakapan dengan Naya
Kedekatan ku dengan mas tama sudah
semakin jauh, sampai udah beberapakali ia menjemputku sepulang dari kampus,
menemaninya mengurus usaha yang akan dia buat, dan aku sudah semakin dekat
dengan ibunda mas tama.
Perasaan yang sudah lama tak ku
rasakan kini ku rasakan kembali, ada hal yang gak bisa aku jelasin saat aku
berada di dekat mas tama. Sore ini sepulang dari rumah sakit aku menghabiskan
banyak waktu dengan tasya. tasya yang begitu bersemangat atas kedekatan ku
dengan mas tama seolah-olah mendoktrin ku untuk meresmikan kedekan antara aku
dan mas tama.
“ta ngomong-ngomong seno kok jarang
nampak sih?”
“sibuk sama naya kali”
“hahaha, aku heran banget deh sama
seno apalagi sih yang dia tunggu kasian tu naya di PHPin terus”
“biasa deh seno aja jangan heran,
pergerakan dia kan emang lamban dari segala hal, apalagi masalah cewe, ya gak?”
“hahaha jahat banget lu ta”.
Sore itu langit tampak gelap, hujan
begitu deras. Aku dan tasya terjebak hujan di salah satu toko buku yang kami
kunjungi. Hampir dua jam aku dan tasya berada disini sampai akhirnya mas ardit
menjemput aku dan tasya. percakapan kita pun berlanjut di dalam mobil.
“haha udah deh yang jangan diledekin
terus, malu tu si dinot” sahut tasya
“iya ni mas ardit, apaan sih” aku
tersipu malu dalam percakapan itu. Sampai akhirnya aku sampai di depan
kontrakan.
“makasih banyak ya mas, eh duluan ya
ta”
Aku merebahkan badan ku di kasur,
percikan hujan masih terdengar melalui jendela kamarku. Ku ambil handphone yang
berada di dalam tas, tampak beberapa chat dari mas tama yang belum ku baca,
beberapa panggilan dari seno. Aku segera bangkit dari tidur ku, mencoba
menghubungi seno kembali, namun tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Aku
segera keluar dan membuka pintu. Naya yang tampak berdiri disana dengan keadaan
baju yang sedikit basah langsung memelukku.
“sebenarnya ada apa nay?” aku
memberikan teh panas untuknya. beberapa menit aku menunggu naya untu bercerita,
hingga akhirnya ia memulai percakapannya.
#ceritabersambung